Kapas Biru and Tumpak Sewu Waterfall: Catch Us if You Can


Kapas Biru



My trip to Lumajang about two weeks ago also listed two waterfall in Lumajang to be visited: Kapas Biru and Tumpak Sewu.

First destination was Kapas Biru. This waterfall is located at Pronojiwo. If you kind of adventurous traveler, I bet you will like this destination. It take about 1-2 hours to reach Kapas Biru, you will do this things a long the way: climbing stairs, walking on steep ground, passing salak (snake fruit) plantation, rice fields, and also passing little river. The things I like from the trip to Kapas Biru was the concern from the villagers around the waterfall on the cleanliness. They made a simple bin (just from bamboo and plastic) every less or more 100 meters. There was also  a sign that written about put the trash in the bin. That’s really nice I think, since it really hard (in Indonesia, in my opinion) to educate people who came to tourist attraction to do not litter. I hope the visitors will obey the rules that the villagers already made.



Okay, back to Kapas Biru. Actually, this place is kind of new destination. It opened for public around June, two weeks before Ramadhan. The name of Kapas Biru came from because if we look quite far, the splashing from the water fall looks like cotton, and when it exposes to sunlight, there is a bluish color. The water go down from the rock that color brown. If you lucky enough, there is a sunlight that will make your pictures more beautiful. Even you can not play near the water fall, but it is still fun to play on the stream.


If you have a plan to come here, do not forget to bring snacks and water (or soda, juice, or what ever you like) because there are no little warung to buy mie goring or mie rebus (I hope it will be like that to keep the place clean).  If you bring snacks and drinks, PLEASE bring the rubbish with you again. KEEP THE TOURIST ATTRACTION CLEAN.



Oh, one more important thing. If the nature calling you to take a pee or even poo, well, you can do that in a really natural bathroom. I mean it! Because it only covered with plastic and no toilet and of course flush to wash away your thing. So, bring a bottle of water to clean up yourself.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Market Values (Wanna Be) at Tiong Bahru Market, Singapore

Image
Saya berkesempatan (lagi) mengunjungi Singapura, karena undangan untuk media. Kali ini, undangan datang dari Singapore Tourism Board, dalam rangka event "All That Matters 2014". Tapi tidak, saya tidak akan cerita tentang event itu disini. Karena cerita tentang event itu  harus ada di area , bukan di blog pribadi saya. Jadi disini saya akan cerita tentang keisengan saya di pagi hari, saat berkesempatan mengunjungi Singapura, 22 hingga 25 Mei lalu. Tampak depan Tiong Bahru Market Untuk penggemar National Geographic People, rasanya pasti kenal dengan acara Market Values yang dibawakan oleh Ishai Golan. Ishai melakukan perjalanan ke berbagai negara dan belajar banyak hal tentang negara itu melalui....pasar. Iya, lewat pasar ternyata bisa terungkap bagaimana budaya, interaksi masyarakat, gambaran negara, makanan dan minuman khas, kebiasaan-kebiasaan, sayur dan buah lokal dari sebuah tempat. Terinspirasi dari apa yang dilakukan Ishai, di 24 Mei 2014, saya nekat jalan sendiria
Read more

Jalan-Jalan Jakarta Lewat Susur Oranje Boulevard

Image
Meski warga Jakarta, kalau saja ada yang bertanya pada saya bagaimana sejarah Taman Suropati, apa nama Jl. Diponegoro di masa Belanda berkuasa, bagaimana sejarah Fakultas Kedokteran UI, bisa dipastikan saya hanya bisa tersenyum kecut sambil menggeleng kepala. Iya, saya kurang tahu bagaimana asal mula kawasan Menteng dan sekitarnya. Saya juga tidak tahu bagaimana sejarah FK UI. Peserta jalan-jalan menyusuri Oranje Boulevard bersama Jakarta Guide Guide Ketidak tahuan itu berubah jadi penasaran, sebenarnya. Tapi sayang, cuma bisa dipendam, sampai suatu hari saya melihat postingan Jakarta Good Guide. Mereka mengumumkan akan buat acara jalan kaki menyusuri Oranje Boulevard. Saya yang senang jalan kaki dan mau tahu cerita salah satu sisi Jakarta, buru-buru ambil bagian ikut acara itu. Peserta jalan kaki menyusuri Oranje Boulevard dikumpulkan di Taman Suropati. Di sini, sang guide yang bernama Mbak Mochi, cerita asal mula kawasan Menteng. Katanya, Oranje Boulevard itu adala
Read more

Melaka, Antara Drama Mencari Hostel dan Resepsionis Ganteng

Image
Selamat datang di Melaka Hampir menangis karena lelah berkeliling sambil menggendong ransel dengan berat mungkin sekitar 7 kilogram, saya merutuk dalam hati, "Aaakh, monyeeet. Ini hostel di mana sih, lokasinya?" Sudah hampir kurang lebih 30 menit setelah sampai di daerah Bangunan Merah, Melaka, saya belum juga menemukan hostel tempat saya menginap. Sore itu, sekitar pukul 6.30 petang, saya mencari Sayang-Sayang 2 Youth Hostel, hostel yang akan menjadi tempat saya menginap selama di Melaka. Menjelang matahari terbenam di dekat hostel Terus berkeliling di Melaka bagian ujung kawasan Pecinan, saya tetap gagal menemui Sayang-Sayang 2 Youth Hostel. Padahal, Waze dan Google Maps sudah saya jadikan pegangan untuk penunjuk jalan, tapi memang tampaknya sinyal yang kurang bagus membuat kedua aplikasi itu tidak bisa memberi arah yang tepat. Saya terus berkeliling di tempat yang itu-itu saja. Saat saya memutuskan untuk ambil arah lain yang berbeda dari petunjuk Waze ata
Read more